Bea Keluar Batu Bara

Bea Keluar Batu Bara Jadi Strategi Negara Jaga Penerimaan Fiskal

Bea Keluar Batu Bara Jadi Strategi Negara Jaga Penerimaan Fiskal
Bea Keluar Batu Bara Jadi Strategi Negara Jaga Penerimaan Fiskal

JAKARTA - Pemerintah menyiapkan langkah kebijakan baru untuk menjaga keseimbangan penerimaan negara dari sektor sumber daya alam. 

Salah satu strategi yang disiapkan adalah pengenaan bea keluar terhadap komoditas batu bara yang selama ini menjadi andalan ekspor Indonesia. Kebijakan tersebut dirancang sebagai bentuk kompensasi atas potensi penerimaan pajak yang berkurang akibat mekanisme perpajakan yang berlaku.

Kementerian Keuangan memproyeksikan penerimaan dari bea keluar batu bara dapat mencapai sekitar Rp25 triliun per tahun. Kebijakan ini dijadwalkan mulai diterapkan pada Januari 2026 dan menjadi bagian dari upaya pemerintah memperkuat fondasi fiskal tanpa mengabaikan prinsip keadilan pengelolaan kekayaan alam nasional.

Pemerintah menegaskan bahwa langkah ini bukan semata-mata untuk menambah penerimaan negara, melainkan juga sebagai penyesuaian kebijakan agar pengelolaan sumber daya alam sejalan dengan amanat konstitusi dan tidak menimbulkan distorsi ekonomi jangka panjang.

Arah Kebijakan Fiskal Sektor Batu Bara

Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, menjelaskan bahwa pengenaan bea keluar batu bara merupakan respons atas hilangnya potensi penerimaan pajak. Batu bara saat ini dikategorikan sebagai barang kena pajak, namun karena mayoritas produksinya diekspor, transaksi tersebut dibebaskan dari pajak pertambahan nilai.

Kondisi tersebut berdampak pada meningkatnya restitusi pajak yang harus dibayarkan negara. Oleh karena itu, pemerintah memandang perlu adanya instrumen fiskal lain untuk menjaga keseimbangan penerimaan tanpa mengubah mekanisme pajak yang sudah berjalan.

Febrio menyampaikan bahwa pihaknya menargetkan penerbitan aturan pengenaan tarif ekspor batu bara dapat dilakukan secepat mungkin. Pemerintah mengestimasi penerimaan dari kebijakan ini berada di kisaran Rp24 triliun hingga Rp25 triliun dalam satu tahun anggaran.

Kebijakan tersebut diharapkan dapat menjadi penyeimbang antara kepentingan industri dan kebutuhan negara dalam menjaga stabilitas anggaran pendapatan dan belanja negara.

Landasan Konstitusi dan Prinsip Keadilan

Pemerintah menekankan bahwa pengenaan bea keluar batu bara memiliki landasan filosofis yang kuat. Kebijakan ini mengacu pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam konteks tersebut, negara memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa pemanfaatan sumber daya alam memberikan kontribusi yang adil bagi masyarakat luas. Bea keluar dipandang sebagai instrumen untuk mengoreksi kondisi di mana negara dinilai terlalu memberikan kelonggaran kepada industri tertentu.

Pemerintah menilai bahwa tanpa penyesuaian kebijakan, negara berpotensi kehilangan ruang fiskal yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan pembangunan, perlindungan sosial, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Meski demikian, pemerintah juga menegaskan akan tetap mempertimbangkan daya saing industri batu bara agar kebijakan yang diterapkan tidak mengganggu iklim usaha secara signifikan.

Sinkronisasi dengan Bea Keluar Komoditas Lain

Pengenaan bea keluar batu bara direncanakan berjalan seiring dengan kebijakan serupa pada komoditas emas. Untuk emas, pemerintah telah lebih dulu menyiapkan landasan hukum melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80 Tahun 2025 yang mulai berlaku pada 23 Desember 2025.

Dalam aturan tersebut, ekspor empat produk emas, yakni dore, granules, casted bars, dan minted bars, akan dikenai tarif bea keluar dengan kisaran tertentu. Kebijakan ini diharapkan mampu mendorong ketersediaan pasokan emas di dalam negeri, termasuk untuk mendukung pengembangan bullion bank.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya menyampaikan bahwa penerimaan dari bea keluar emas ditargetkan mencapai sekitar Rp3 triliun. Sementara itu, kebijakan bea keluar batu bara diharapkan memberikan kontribusi yang jauh lebih besar mengingat nilai ekspor komoditas tersebut.

Sinkronisasi kebijakan antar komoditas ini menunjukkan upaya pemerintah membangun kerangka fiskal yang lebih konsisten dan berkeadilan dalam pengelolaan sumber daya alam.

Upaya Menghindari Subsidi Terselubung

Pemerintah menilai bahwa selama ini industri batu bara cenderung menikmati fasilitas yang menyerupai subsidi terselubung. Hal tersebut terjadi karena produk batu bara sebagian besar diekspor dan dibebaskan dari pajak pertambahan nilai, sementara negara harus mengembalikan pajak melalui mekanisme restitusi.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pengenaan bea keluar bertujuan mengembalikan posisi kebijakan ke kondisi yang lebih adil. Negara tidak ingin secara tidak langsung mensubsidi industri batu bara melalui kebijakan fiskal yang kurang seimbang.

Dengan adanya bea keluar, pemerintah berharap kontribusi industri batu bara terhadap penerimaan negara menjadi lebih proporsional. Langkah ini sekaligus menjadi sinyal bahwa pemerintah serius menata ulang kebijakan fiskal agar lebih berpihak pada kepentingan jangka panjang.

Ke depan, pemerintah akan terus memantau dampak kebijakan ini terhadap industri dan perekonomian secara keseluruhan. Evaluasi berkala akan dilakukan untuk memastikan bahwa tujuan meningkatkan penerimaan negara dapat tercapai tanpa mengorbankan stabilitas dan daya saing sektor energi nasional.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index